Kamu pernah melihat
gambar telapak tangan di dinding goa dalam sebuah buku pelajaran sejarah?!
Ternyata goa tersebut berada di Kelurahan Leang-Leang, Kecamatan Bantimurung,
Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Goa yang kini menjadi salah satu tujuan
wisata populer ini terletak tidak jauh dari Air Terjun Bantimurung. Jadi, jika
kamu berencana ke Bantimurung, sempatkanlah untuk mengunjungi goa purba ini.
Leang-Leang sendiri
merupakan bagian dari gugusan Karst
Maros. Hutan batu yang luasnya mencapai 4.500 hektar (menurut wikipedia).
Dengan luas tersebut, menjadikan salah satu wilayah karst di Indonesia ini menjadi yang terluas kedua di dunia, setelah
South China Karst. Tidak salah
memang, di sepanjang perjalanan menuju Goa Leang-Leang, selain hamparan sawah
yang sedang menguning, sering saya jumpai batuan karst besar berwarna hitam teronggok di tengah sawah. Bukan hanya
satu atau dua saja, tapi banyaaaakkk... Sungguh pemandangan yang lain daripada
yang lain. Perpaduan antara sawah luas yang sedang menguning, birunya langit
dan bebatuan karst membuat jalan
poros ini begitu unik.
Dibutuhkan waktu kurang
lebih 20 menit berkendara dari jalan besar menuju Goa Leang-Leang ini.
Setibanya disana, kamu cukup membayar tiket masuk seharga IDR 10 ribu / orang.
Murah kan ya?! Itupun sudah termasuk guide
dari penduduk lokal, yang siap mengantar kita masuk ke dalam goa untuk melihat
lukisan purba itu. Hanya pengunjung yang berkeliling bersama guide saja yang bisa masuk ke goa.
Karena di pintu masuk goa terdapat pagar yang terkunci, dengan tujuan
menjauhkan lukisan dari tangan-tangan usil.
Berdasarkan informasi
dari guide lokal, Leang-Leang sendiri
berarti “goa” dalam bahasa Bugis. Tidak salah memang, karena disini terdapat
beberapa goa yang konon dulunya menjadi tempat tinggal manusia purba. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya temuan peninggalan jaman dulu, seperti perlengkapan
makan, peralatan rumah tangga dan lainnya di sekitar goa. Pemandangan yang saya
temui juga indah. Hamparan rerumputan hijau, sungai yang mengalir dan lagi-lagi
batuan karst yang beberapa mempunyai
bentuk unit teronggok dengan gagahnya.
Goa pertama yang saya
kunjungi adalah Leang Pettakere. Untuk menuju ke goa ini, kita harus tracking sekitar 15 menit. Menyeberangi
lapangan rumput, jembatan yang di bawahnya dialiri aliran sungai dan memanjat
tebing. Tapi tenang saja, hanya di beberapa bagian dan tidak begitu curam kok.
Bahkan pemerintah setempat sudah membuatkan tangga besi untuk memudahkan
pengunjung yang penasaran akan lukisan telapak tangan itu. Konon, daerah ini
merupakan tepian lautan, oleh karena itu batuan karst yang hitam itu dulunya adalah batuan karang di pinggir
pantai. Dan kamu tahu?! Sekarang jarak laut terdekat adalah sejauh 15 km dari
lokasi dimana saya berdiri saat itu.
Nama Leang Pettakere
sendiri juga mempunyai arti. “Leang” berarti goa, “petta” berarti bangsawan dan
“kere” berarti kepala yang dipenggal! Widih, berbau horor yak?! Memang... Bapak guide bercerita kepada saya dan host saya, Nasruddin, bahwa dulunya ada
seorang bangsawan yang menyimpan harta kekayaannya di sekitar goa ini. Dengan
alasan kerahasiaan agar hartanya tidak diketahui orang, maka setiap budak yang
membawa harta si bangsawan kesini, dipenggal setelahnya. Wuzz... Menghilangkan
nyawa berapa orang untuk sekedar menghilangkan jejak ya?!
Nah, setelah berada di
dalam goa, kita dapat melihat lukisan berpuluh telapak tangan berwarna merah
dan satu lukisan babi yang tertusuk di bagian jantungnya. Warna merah sendiri
(lagi-lagi) kata si guide berasal
dari semacam tanah liat. Jadi mereka menyemburkan larutan tanah liat ke telapak
tangan yang ditempelkan di dinding. Dan walaaa,
jadilah lukisan seperti yang saya lihat! Namun ada yang janggal, tidak semua
telapak tangan itu berjari 5! Beberapa hanya terlihat memiliki jari 4!
Ternyata, hal itu disebabkan oleh tradisi jaman dulu. Jadi, ketika itu, setiap
ada anggota keluarga terdekat mereka yang meninggal, mereka memotong satu ruas
jari mereka sebagai tanda berduka. Gilaaaakkk!!
Untungnya saya hidup di jaman modern ini yak,
hehehe...
Puas mengamati lukisan
itu, saya diajak untuk mengunjungi goa yang lain. Jalan lagi sekitar 10 menit.
Di goa kedua ini, selain masih ada lukisan telapak tangan dan babi, juga
terdapat kerang yang telah menjadi batu. Di dasar goa juga banyak dijumpai
cangkang kerang. Inilah yang membuktikan bahwa goa ini dulunya dijadikan tempat
tinggal dan kerang-kerang itu adalah sisa makanan mereka. Kok tahu?! Jadi kalau
diamati, semua kerang yang ada di situ, ujung bagian belakangnya telah tumpul.
Tanda bahwa manusia jaman dulu memakan kerang tersebut. Katanya si guide lagi sih, hehehe...
Setelah beberapa menit
di goa kedua, di akhir perjalanan kita diajak mengunjungi museum mini yang ada
di sana. Ada apa saja?! Tidak banyak benda koleksi yang ada. Hanya beberapa
foto beserta keterangan, benda-benda purba seperti perhiasan dari batu,
peralatan rumah tangga dan sejenisnya.
Jadi, jika kamu datang
ke Makassar dengan pesawat terbang, sempatkanlah untuk berkunjung ke daerah
ini. Kamu bakal menemukan landscape
yang begitu indah, yang jarang dijumpai di daerah lain. Happy traveling!! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar