Senin, 31 Oktober 2011

MENGUKUR JALAN DI BUKIT BINTANG

Peta Kawasan bukit Bintang
Kebetulan selama berada di Kuala Lumpur, hotel saya ada di daerah Bukit Bintang. Sekedar info, Bukit Bintang adalah kawasan segitiga emas Kuala Lumpur. Disini merupakan pusat keramaian, mall, cafĂ©, toko semuanya ada. Banyak juga yang mengatakan bahwa kawasan ini layaknya Orchard Road di Singapura. Wah, tentu mudah mencari hiburan di sekitaran hotel! Yippiieee…

Setelah ada pemberitahuan dari panitia mengenai dimana saya akan menginap di Kuala Lumpur dan kapan bisa bebas berkeliaran seorang diri tanpa rombongan, saya langsung mencari CouchSurfer Kuala Lumpur untuk menjadi host saya, sekedar untuk menemani jalan dan menunjukkan tempat-tempat yang oke di sekitaran Bukit Bintang. Beberapa email saya sebar dan akhirnya ada satu orang yang berminat menunjukkan lebih dalam kawasan Bukit Bintang. Andreas Richterich namanya, seorang warga Jerman yang sudah dua tahun hidup dan bekerja di Kuala Lumpur. Dia bersedia mengantar saya berkeliling daerah Bukit Bintang. Kita juga sudah bertukar nomor telepon, sehingga pas saya di KL nanti, lebih mudah untuk saling menghubungi.

Malam pertama setelah tiba di KL, rombongan saya baru masuk hotel sekitar jam 11 malam waktu setempat. Sudah terlalu malam untuk menghubungi Andy, nama panggilan host saya. Sungkan, hehehe… Gak tahu diri banget kalo saya tetap ngotot ingin ditemani jalan, yah, walaupun dia oke-oke saja. Akhirnya, saya memutuskan untuk berkeliling sekitaran hotel seorang diri. Sayang jika waktu yang saya punya hanya untuk dihabiskan di dalam kamar hotel. Walaupun badan capek, tapi semangat dan keantusiasan mengalahkan segalanya, hehehe… 

Suasana di Depan Hotel

Sebuah Club Malam di Bukit Bintang


Setelah cuci muka dan meletakkan barang bawaan, saya langsung bergegas menuju pintu keluar hotel. Tengak-tengok ke kanan dan kiri, sama ramenya! Hahaha… So, saya cuma mengikuti kata hati dan melangkahkan kaki tanpa tujuan. Di jalan Bukit Bintang ini banyak ditemui tukang massage. Mereka menawarkan jasa layaknya menawarkan makanan. Rame! Merayu setiap pejalan kaki untuk mampir ke kedai massage-nya. Hemm, oke, skip this option… Walaupun kaki pegel, tapi saya sayang untuk membuang uang hanya untuk dipijat, hehehe… Saya teruuuusss jalan, sambil melihat-lihat beberapa toko yang saya lewati. Dan, sampai akhirnya, saya memutuskan untuk ke Jalan Alor. Sempat bertanya dimana letaknya pada seorang penjaja kaki lima, akhirnya saya menemukannya.


Menurut data yang sudah saya dapat ketika masih di Indonesia, jika di kawasan Bukit Bintang, kamu harus mampir ke Jalan Alor ini. Kenapa?! Karena disini pusatnya jajanan murah pinggir jalan. Uyeee….!! Tempatnya seperti Kya-Kya di Surabaya, hanya saja tidak menggunakan seluruh badan jalan, hanya setengahnya. Jadi, setengah badan jalan lainnya masih bisa dilalui kendaraan satu arah. Begitu sampai di mulut jalan, waahhhm berbagai macam kedai berjejeran dan meja-mejapun dipenuhi oleh para pecinta kuliner. Sepenglihatan saya, kebanyakan disini adalah chinesse food, tapi ada juga beberapa penjual seafood dan masakan khas melayu. Hemm, aroma masakan menusuk hidung. Saya hanya berjalan saja, sambil mencari-cari makanan yang aneh menurut saya. Dan akhirnya, saya menemukan sebuah mobil penjual aneka sate seafood. Setelah melihat apa saja yang disediakan, saya memilih sate ubur-ubur dan sotong (cumi raksasa). Ada dua pilihan cara memasaknya, direbus atau digoreng. Saya memilih direbus. Setelah matang, dua sate itu disiram dengan sejenis kuah yang rasanya asem pedas. Rasanya gimana?! Untuk sotong, seperti makan cumi pada umumnya, tapi ini lebih sedikit liat dan kenyal. Kalau ubur-uburnya, hemm, kres-kres gimanaaa gitu, hahaha… Harganya?! Sekitar RM 8,3. 

Kawasan Jalan Alor

Sate Ubur-Ubur dan Sotong
Setelah menghabiskan dua tusuk sate, saya berjalan lagi sampai akhirnya bertemu dengan penjual Tau Foo. Setelah saya amati, ternyata mirip tauhwa kalo disini. Itu lho, makanan dari sari tahu yang lembut lalu disiram dengan air jahe. Nah, bedanya kalau yang ini bukan menggunakan air jahe, tetapi dengan menggunakan air gula dan dapat dinikmati dingin. Segerrr banget, hemm… enak! Hehehe… Setelah menghabiskan semangkuk Tau Foo seharga RM 5, waktu sudah menunjukkan pukul 00.30. Mata sudah sedikit ngantuk dan kaki sudah teramat pegal. Akhirnya saya memutuskan ke hotel dan tidur….



***

Malam kedua, setelah makan malam bersama rombongan, saya menghubungi Andy. Ternyata, dia sudah menunggu saya di lobby hotel, padahal saya belum sampai di hotel, mungkin berjarak sekitar 10 menit. Wah, gilak, baik banget nih orang mau nunggu. Setelah sampai hotel, saya langsung mengenali wajahnya. Pria bule, kurus, berambut putih. Ya, Andy sudah berumur 51 tahun, tapi tau gak?! Outfit-nya persis seperti orang yang berumur 30 tahunan. Kemeja kotak-kotak, celana jeans, tas selempang dan sepasang sepatu kets. Biarpun usia sudah senja, tapi penampilan harus tetap muda, hehehe… Bercengkerama sebentar di lobby, kemudian kita langsung jalan-jalan. Ya, kali ini jalan yang sebenar-benarnya, tanpa menggunakan kendaraan dan alat transportasi apapun, hehehe…

Andy bertanya saya ingin jalan-jalan kemana dan saya mengatakan ingin beli oleh-oleh, makan makanan lokal serta pergi ke tempat yang oke. Maka, dia langsung mengantar saya ke kawasan China Town, sebuah kawasan pecinan yang banyak terdapat penjual souvenir khas KL. Berjarak sekitar 20 menit berjalan kaki dari hotel Federal, tempat saya menginap. Setelah oleh-oleh ada di tangan, dia mengantar saya ke Merdeka Square. Seperti alun-alun lah, disekelilingnya terdapat gedung pemerintahan, yang bangunannya kuno buatan Inggris. Cantik! Dengan lampu LED yang berwarna-warni, semakin meperlihatkan keanggunan bangunan. 

Salah Satu Sudut China Town
Bangunan di Depan Merdeka Square
Di lapangan ini saya bertemu dengan segerombolan warga negara Libya yang tinggal di KL. Mereka menari dan memainkan musik layaknya orang berpesta. Tahu kenapa?! Ya, mereka merayakan kematian pemimpin diktator mereka, Muammar Gaddafi. Dengan bendera baru mereka meluapkan rasa kegembiraannya. Sesuatu yang unik menurut saya. Kata Andy, pemerintah Malaysia tidak melarang setiap warganya berkumpul dan melakukan kegiatan semacam ini, asalkan tidak mengganggu ketertiban. Hemm, nice… Saya dan Andy juga diajak berfoto bersama mereka! Hahaha… sudah kayak turis beneran kalo begini, hehehe…

They're all Libyan
Saya, Andy dan The Libyans


Setelah dari Merdeka Square, kembali saya diajak berjalan ke salah satu masjid tertua di Kuala Lumpur. Saya lupa nama masjidnya, yang saya ingat adalah letak masjid ini di muara sungai dengan arsitektur yang cantik pula. Kemudian, kita berjalan (lagi) menuju ke kampung India. Disini kawasan etnis India bermukim di KL. Toko-toko, restoran dan kedai-kedai semua menawarkan hal-hal serba India, mulai kain sari, bunga-bungaan sampai roti canai. Yah, untuk melepas lelah, saya diajak nongkrong di salah satu kedai. Kecil memang, tapi ini yang paling ramai saat itu. Makannya juga di pinggir jalan. Saya memesan seporsi roti canai dan segelas teh tarik. Cukup lah ya untuk mewakili kuliner khas Malaysia, hehehe… Saya cukup menghabiskan RM 7 untuk tiga porsi roti canai, dua gelas lemon tea dan segelas teh tarik. Murah ya???



Roti Canai dan Teh Tarik
Setelah sedikit kenyang, sebenernya saya masih ingin ke Twin Tower. Tapi berhubung waktu sudah terlalu malam, sekitar 01.30 waktu setempat, tidak memungkinkan bagi saya untuk terus kelayapan. Alasannya, Petronas agak jauh dari posisi saya sekarang, tidak ada LRT yang beroperasi, lampu Petronas sudah dimatikan, besok saya harus bangung sekitar jam 06.00 waktu setempat dan yang terakhir kasihan host saya, hehehe… Akhirnya saya memutuskan untuk mengakhiri petualangan saya hari itu. Andy memberitahu jika jalan kaki, saya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di hotel. WHATTT?! Jauh amaaattt!!! Hahaha… So, dengan alasan keamanan dan kesehatan (kaki), saya memilih untuk naik taksi. Gak mahal?! Setelah nego, saya hanya kena RM 10. Gapapalah, daripada kaki saya gempor! Hahaha…

Sisa-sisa Ringgit
So, itulah akhir perjalanan saya “ngeluyur” tanpa rombongan, ditemani oleh seseorang yang tahu akan KL. Senang rasanya. Saya dan Andy berpisah di sebuah lampu merah dan masing-masing menuju ke arah yang berlawanan. Sungguh tidak menyesal saya gabung dengan komunitas ini (CouchSurfing). Mengapa? Karena saya merasa memiliki saudara di setiap kota, tidak hanya di Indonesia saja, tetapi di seluruh dunia!! :D


Sumber gambar peta : google

Minggu, 30 Oktober 2011

MOTO GP SEPANG 2011 : KEPRIHATINAN DALAM KESERUAN


Waaahhhh, ngimpi apa saya ya?! Bisa dapet hadiah nonton MotoGP langsung di Sepang, Malaysia GRATIS!!! Cuma modal bikin passpor dan uang saku doank! Hehehe… Pagi itu, Minggu, 23 Oktober 2011, setelah sarapan di hotel, saya beserta rombongan digiring menuju ke Sepang International Circuit. Jaraknya sekitar 45 menit dari pusat kota KL, itupun kalok gak macet. Beruntung kita berangkat “lumayan” pagi, sekitar jam 9 waktu setempat (setara WITA), so jalan masih gak begitu padat, sampai 2 km dari sirkuit, mulai nampak antrean panjang mobil dari berbagai arah. Hemm… kondisi jalan pada saat itu padat merayap, persis ketika bepergiaan menjelang hari raya. Bus, mobil pribadi, motor semuanya menuju ke satu titik, Sirkuit Sepang, untuk menyaksikan kejuaraan dunia motor ini. Sekitar 1 jam terjebak macet, akhirnya rombongan kami tiba di parkiran bus. Begitu keluar dari bus dan menginjakkan kaki di lapangan parkir, widddiiihhh, terik matahari langsung menyengat! Pfiuh, bener-bener bikin kulit gosong! Hahaha…

Traffic Jam Menuju Sepang International Circuit
Information Center
Kita masih perlu berjalan sekitar 5 menit untuk menuju halaman depan sirkuit. Sesampainya disana, waahh, bener-bener rame dan meriah! Dentuman musik, stan-stan sponsor dan SPG-SPG menyambut setiap tamu yang hadir, hehehe… Satu tips untuk kamu yang tahun depan mau nonton langsung, jangan cepat-cepat masuk ke dalam sirkuit dan duduk manis, tapi cobalah berkeliling dan masuk ke setiap stan sponsor yang ada. Kenapa? Selain bisa berfoto bersama SPG yang bening-bening, hahaha, kamu juga bisa mendapatkan berbagai merchandise GRATIS! Ya, seperti yang saya lakukan. Saat itu, saya melihat antrean di salah satu stan, SHELL Advance. Setelah nanya ke orang yang juga ikut ngantri, ternyata pihak Sheell memberikan botol minum gratis buat setiap pengunjung yang mencoba permainan mereka. Permainannya juga gampang kok, anak kecil juga bisa, tenang aja, hehehe… Lumayan, botol minumannya keren. Saya juga mendapatkan kipas (sangat perlu ketika nonton di tempat ini), stiker, gantungan kunci dan sepaket sunblock! Hahaha… Seruuu!

Suasana di Gerbang Masuk
Langsung Disambut Dengan Yang Seger-Seger
Salah Seorang SPG
Setelah puas mondar-mandir di arena pameran, masuklah saya ke arena sirkuit. Beruntung, saya punya tiket di grandstand, so gak perlu kepanasan untuk melihat serunya balapan. Harga tiketnya sekitar RM 130 atau kalau di kurskan ke Rupiah sekitar IDR 377K dengan asumsi RM 1 = IDR 2.900. Tiket ini bisa buat dua hari, pas babak kualifikasi dan hari perlombaan. Oiya, satu hal yang perlu diingat, disini tidak diperbolehkan membawa makanan dan minuman dari luar arena. Gimana kalau lapar dan haus? Di dalam banyak dijumpai stand-stand makanan dan minuman, seperti Pizza Hut, McDonald, minuman isotonik dan sebagainya. Harganya?! Sedikit lebih mahal memang. Saya membeli air mineral botol ukuran 500ml dihargai sekitar RM 5 atau sekitar IDR 14.500. Oke, gak papalah, daripada di dalam saya pingsan gara-gara dehidrasi, hehehe… 

Gerbang Pemeriksaan Tiket
Suasana di Belakang Grandstand Area
Berhubung, perlombaan yang digelar masih kelas 125cc, saya jalan-jalan aja di dalam kawasan itu, sambil nyari spot-spot yang bagus buat difoto. Setelah itu, saya mencari tempat duduk. Wah, sepertinya terlambat, pas itu saya berada di tribun penonton yang berdekatan dengan garis start, maksud hati ingin melihat fase awal lomba. Tapi ternyata sudah banyak penonton lain yang mempunyai pola pikir yang sama dengan saya. So, akhirnya saya hanya bisa duduk di tangga, bukan di kursi yang disediakan, huhuhu… Kok bisa, katanya sudah punya tiket?! Bener, tapi tiket ini tidak ada nomor kursi, so, semua orang terserah mau duduk dimana asalkan di grandstand area.

Oke, minuman di tas, duduk sudah PW, kamera standby di tangan, saatnya menikmati balapan! Kelas Moto2 sudah siap digelar. Seluruh kru, umbrella girl dan pembalap sudah berada di garis start. Sekitar 15 menit, tersisa pembalap saja. Uyee… dan STAAARTT! Hemm, deruan mesin 600cc itu berhasil menggetarkan gendang telinga, sedikit cempreng dan memekakkan telinga, tapi saya berusaha menikmatinya. Earplug (alat penyumbat telinga) sih ada, tapi tidak saya gunakan. Begitu juga dengan penonton lainnya. Hanya beberapa orang saja tampak menggunakan earplug tersebut. Ini yang seru! Betul gak?! Merasakan raungan mesin di tempat asalnya, hehehe… Wuih, bener-bener beda menonton balapan seperti ini, antara live dengan menonton di TV. Ternyata pembalap-pembalap itu bener-bener kenceng memacu sepedanya!! Ini baru Moto2, belum MotoGP! Sepertinya tingkat adrenalin mereka sudah mati rasa! Hahaha…

Fans Valentino Rossi
"Hey, he's Rossi!!"
Setelah kelas Moto2 selesai, mulai nampak persiapan di garasi peserta MotoGP. Sepeda mulai dipersiapkan, deru motorpun mulai terdengar. Kebetulan, saya duduk di seberang garasi tim Ducati dan sebelah saya berkumpul fans Rossi, dengan dandanan heboh, wig kuning dan kaos bertuliskan huruf yang bisa dieja menjadi nama Valentino Rossi. Mereka teriak-teriak bersamaan, “VALENTINO…ROSSIIII…!!!”, berulang-ulang. Membuat Rossi yang duduk di dalam garasi melambaikan tangan ke arah mereka. Tahu nggak?! Saya bisa melihat Rossi lho, walaupun tampak sedikit kecil, karena terpisahkan lintasan! Hahaha… Okay, saatnya lomba dimulai! Begitu start, wuuuzzz, bunyi deru mesin itu bagaikan 500x auman singa! BRUMMM…! Dan melesat secepat The Flash! Hahaha… Cuma beberapa detik saja mereka melintas di hadapan saya! Selebihnya?! Kita duduk kembali dan melihat aksi mereka di lintasan lain melalui big screen. Jika sekiranya sudah mendekat dan berada di tikungan sebelah, semua orang berdiri dan bersiap dengan kamera masing-masing, hehehe…

Persiapan Sebelum Start
Daannn.... GOOOOO!!!!!



Sayang, setelah 2 lap, di big screen nampak ada insiden kecelakaan yang sepertinya parah. “OUUUCCCHHHH….!!”, tanpa dikomando penonton mengucap kata yang sama. Red flag pun dikibarkan. Ternyata yang terjatuh adalah Marco Simoncelli, pembalap tim Gresini Honda. Seluruh pembalap masuk ke pitstop. Saya heran, bukannya kalau red flag itu pembalap mengikuti safety car ya?! Tapi ini kok malah masuk ke pit stop semua. Cukup lama menantikan mereka bertarung lagi. Dalam waktu yang lama itu tidak ada aktifitas apapun di lintasan. Saya hanya melihat panitia lomba hilir mudik, tampak seperti orang yang gelisah. Penonton pun masih sabar menanti perlombaan dimulai lagi. Setelah setengah jam lebih, suara pengumuman panitia memecahkan keheningan. Mereka mengatakan jika lomba dibatalkan, tanpa ada keterangan lebih lanjut saat itu. Sontak penonton kecewa, “HUUUUU….”, terdengar koor panjang. Gak jauh beda dengan di Indonesia. Mereka kecewa karena sudah lama menunggu dan datang kemari ingin menyaksikan pembalap jagoannya berlaga, tapi yang didapat malah lomba yang di cancel

Suasana Tegang di Arena Pit Stop

Sebagai bentuk kekesalan terhadap panitia, mereka melemparkan botol minum dan bungkus makanan ke dalam lintasan. Sungguh ricuh saat itu. Lintasan yang mulus dan bebas kotoran itu dipenuhi oleh sampah! Para kru, pembalap, panitia, petugas keamanan dan orang-orang yang ada di pit stop itu hanya bisa diam melihat aksi penonton.  Sungguh ironi memang. Mereka tidak berpikir panjang terhadap masa depan balapan di Sepang. Bisa saja pihak otoritas menjatuhkan sanksi bagi pihak pengelola sirkuit atas ketidaknyamanan ini. Memang mengecewakan, tapi tidak seharusnya mereka berlaku seperti itu.



Salah Seorang Penonton Yang Respect Terhadap Keputusan Panitia
Sekitar setengah jam, penonton pun berangsur meninggalkan kursi mereka dan bergerak ke arah pintu keluar. Hanya ekspresi datar yang terlihat di wajah mereka. Setelah sampai di bus, tour guide saya mengatakan bahwa baru saja di information center ada pengumuman resmi dari panitia yang menyatakan bahwa Simoncelli meninggal dalam kecelakaan itu. Owhhh, sungguh tragis! Umur manusia tidak ada yang tahu. Di awal lomba, mungkin Simoncelli masih tersenyum, namun setelah 2 lap, tubuhnya sudah terbujur kaku di tengah lintasan lomba. Mungkin penonton tidak akan berlaku demikian jika mereka mengetahui berita ini dari awal. 

Penonton Meninggalkan Arena
Mungkin ini menjadi salah satu pengalaman yang akan saya ingat seumur hidup. Sekalinya ke luar negeri, nonton MotoGP secara langsung, saya hanya bisa merasakan keseruan itu dalam 2 lap saja dan ada pembalap yang meninggal pula di lintasan. Huft, tapi keseruan penonton, panasnya sirkuit, senengnya dapat merchandise gratis, suasana lomba, bisingnya mesin motor yang dipacu kencang merupakan pengalaman unik yang entah kapan saya bisa merasakannya kembali.

Merchandise yang Berhasil Saya Kumpulkan

Jumat, 28 Oktober 2011

MAKAN MALAM DI RESTORAN BERPUTAR


Bagaimana rasanya makan di restoran yang lantainya bisa berputar 360 derajat?! Hemm, penasaran kan?! Restoran semacam ini bisa kamu temui di KL Tower, Malaysia. Namanya ATMOSPHERE 360°, restoran ini juga merupakan restoran tertinggi di Malaysia. Berapa ketinggiannya?! Kalo gak salah lihat, ketika naik lift, restoran ini berada di ketinggian sekitar 400 meter di atas permukaan laut!! Saya harus dua kali naik lift untuk bisa mencapai entrance restoran ini. Di 200 meter awal, kita akan sampai pada suatu lantai yang terdapat banyak kios-kios penjual souvenir khas KL, melihat penjuru kota dan bisa menyewa headset yang berisi informasi mengenai kota dan KL Tower ini (mungkin), karena saya sendiri gak nyewa, cuma jalan memutar doank, hehehe… Setelah itu, kita bisa naik lift lagi ke restoran yang saya maksud, setelah petugas lift memastikan apakah kita sudah reservasi tempat sebelumnya. You know what?! Lift ini mampu bergerak 50 meter hanya dalam waktu 9 detik!! Widih, cepet banget! Efeknya?! Telinga bakal terganggu (sebentar). 




Restoran ini buka setiap hari, jam 12.00-15.00 WIB untuk makan siang dan 18.30-23.00 WIB untuk makan malam. Perlu diingat, kamu harus reservasi dulu jika ingin makan di restoran ini dan yang terpenting jangan pernah memakai sandal, celana pendek serta kaos tanpa kerah, atau kamu disuruh balik lagi! Okey, setelah crew mengecek buku list tamu, kita diantar ke meja yang telah dipersiapkan… Wah, suasana di dalam sungguh romantis, dengan pencahayaan yang temaram, interior yang oke, alunan love song dari live music dan yang paling dahsyat adalah pemandangan kota Kuala Lumpur! Kita dengan bebas bisa melihat sekeliling kota, lampu-lampu gedung dan sebagainya plus pemandangan the most famous city landmark, Petronas! Bener-bener santai makan di restoran ini. Oya, kita tidak perlu berkeliling untuk dapat menikmati pemandangan kota ini. Karena lantai restoran ini mampu berputar 360 derajat, sesuai dengan namanya. Ini yang jadi jualan mereka. City view dan lantai yang berputar. Mungkin dibutuhkan waktu sekitar 1 jam an untuk satu putaran. So, acara memutar ini gak bakal menghalangi acara makan kamu. Bener-bener gak kerasa kalo lantai ini sedang berputar. Paling efeknya, ketika kamu ngambil makanan dan mau balik ke meja, meja telah bergeser agak jauh, seperti saya yang sempat “sedikit” bingung menemukan dimana tempat duduk awal, hahaha…

Pintu Masuk
Interiornya
Ada Live Music Juga
Makanannya?! Disini banyyaak sekali makanan yang dihidangkan, mulai dari hidangan pembuka, main course sampai hidangan penutup. Dengan sistem buffet, kita bisa bebas bolak-balik ke meja hidangan untuk mencicipi makanan yang ada. Mulai dari Malaysian, Indian, Western sampai Japanesse foods lengkap tersedia. Berbagai macam salad juga ada. Tinggal pilih pokoknya. Hilangkan urat malu atau kamu hanya bisa mencicipi beberapa hidangan saja, hahaha… Rasa gimana?! Kalo ini relatif ya, ada yang oke, adapula yang rasanya standar, bahkan ada yang menurut saya masakan kaki lima di Indonesia lebih manteb, hehehe… Di bawah ini beberapa makanan yang sempat masuk ke perut saya…





Oke, bagi kamu yang berkunjung ke KL dan ingin merasakan sesuatu yang beda, restoran ini mungkin bisa dijadikan referensi. Lantai berputarnya dan city view yang bener-bener mempesona, yang jarang ditemui di tempat lain, bisa menjadi alasan kuat mengapa kamu harus mengunjungi restoran ini. Alasan lainnya adalah restoran ini telah banyak mendapat penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri, dibuktikan dengan banyaknya trophy yang saya lihat di salah satu sisi restoran. Bagaimana, tertarik??!

Ada dua lemari besar seperti ini yang digunakan untuk menyimpan trophy

Minggu, 16 Oktober 2011

KEMBALI KE MADURA

Foto dan Ide Cerita : Aaron Setiawan

Kembali ke Madura. Ya, sepertinya touring ke pulau garam di minggu kedua bulan September kemarin belum cukup bagi saya untuk mengunjungi tempat-tempat menarik di pulau itu. So, ketika ada tawaran untuk mengunjunginya lagi, saya langsung berkata, “Oke, I’m in…!”. Tujuan awal saya kali ini adalah berkunjung ke kampung pasir, pantai Slopeng dan bukit kapur, karena saat kunjungan pertama belum sempat kesana. Kebetulan, hari dimana saya akan berada di Madura, tanggal 08-09 Oktober 2011 ini bertepatan dengan lomba karapan sapi. Yey!! Bonus tambahan neh, hehehe…

Perjalanan kali ini, saya tidak lagi menggunakan sepeda motor seperti pengalaman pertama, CAPEK soalnya! Hahaha… Kali ini saya menggunakan jasa bus dan berangkat seorang diri, kemudian sesampainya disana akan dijemput Hari, temen kantor yang sudah lebih dulu sampai di Sumenep.  Berangkat dari Terminal Tawang Alun Jember, tanggal 07 Oktober 2011, jam 19.32 WIB, Bus Akas Asri yang saya tumpangi melaju ke Sumenep. Dengan harga tiket IDR 60K, saya bisa menikmati perjalanan tanpa bersusah payah melawan dingin dan kantuk yang kadang menghinggapi saat bersepeda. Hemm, kali ini saya hanya duduk santai dan tinggal merem kalo kantuk datang, hehehe… Butuh sekitar sembilan jam perjalanan untuk sampai ke Sumenep. Tepat jam 04.50 WIB saya menginjakkan kaki di Terminal Arya Wiraraja. Hadaaah, disaat mau menghubungi Hari, baterai bebe saya habis. Terpaksa dengan wajah memelas, minta ijin numpang nge-charge di pos satpam terminal, hehehe… Setelah, cukup terisi, saya langsung menghubungi Hari, pengen cepat-cepat istirahat di rumahnya di Kecamatan Lenteng sana, sekedar merebahkan diri dan meluruskan otot yang tertekuk selama sembilan jam! Hahaha…

Jam 09.15 WIB, setelah tidur dan mandi, saya membeli sarapan. Lagi-lagi rujak campur yang menjadi pilihan saya, hanya dengan IDR 2.500 saya sudah mendapatkan sepiring rujak campur dan segelas air mineral. Murah kan ya??! Jam 11.00 WIB, tanpa membuang waktu, saya, Hari dan seorang temannya, Arif berangkat ke Pantai Slopeng dengan mengendarai motor. Jam 11.45 WIB, kami sampai di Pantai Slopeng yang berada di Kecamatan Dasuk, Sumenep. Pantai ini ternyata lebih ramai daripada Pantai Lombang yang pernah saya datangi sebelumnya. Disini sudah ada beberapa fasilitas, seperti arena bermain anak, gazebo dan persewaan kuda. Pasir di pantai ini tidak kalah halus dengan pasir Lombang. Yang membedakannya dengan Lombang mungkin, disini ada perkampungan nelayan. Tetapi, walaupun lebih “lengkap”, menurut saya Lombang tetap lebih indah, dengan pasir putihnya yang begitu lembut dan vegetasi yang lebih unik daripada pantai ini. Puas berkeliling, kami mencoba menikmati kuliner yang bisa ditemui disini. Kami membeli rujak khas Slopeng dan es degan. Sekitar IDR 8K, lumayan murahlah untuk harga makanan di kawasan wisata seperti ini. Oya, tidak lupa saya memasukkan pasir ke dalam botol bekas untuk oleh-oleh si Andre, karena tidak bisa ikut di perjalanan kali ini, hahaha…





Jam 13.30 WIB, kami meninggalkan Pantai Slopeng dan melanjutkan perjalanan ke tambang batu kapur yang berada di Kecamatan Batuputih, Sumenep. Butuh waktu 45 menit untuk sampai ke lokasi ini dari Slopeng. Ternyata, saya baru tahu kalau batu bata putih yang digunakan untuk membangun rumah di daerah Madura berasal dari kawasan ini. Disini terdapat beberapa area penambangan dan ketika saya sampai, sudah ada beberapa truk yang sudah siap mengangkut batu bata ini. Berkunjung kesini juga memberikan saya pengetahuan baru. Kenapa?! Karena saya bisa melihat proses pembuatan batu bata putih ini. Pada awalnya, batu kapur diratakan dengan gergaji mesin. Setelah rata, kemudian digergaji lagi sedalam 10 cm sehingga membentu persegi panjang. Setelah itu, para penambang mencangkul cetakan tersebut sehingga batu bata tersebut siap didistribusikan. Pemandangan disini?! Uwwooooww, luar biasa!! Saya serasa berada di GWK Bali sana, bukit kapur sisa penambangan disini menyuguhkan background foto yang ciamik!! Hahaha… FYI, ternyata penambangan disini sudah berusia ratusan tahun, sehingga membentuk bukit-bukit kapur yang “persis” seperti GWK Bali. Semoga pemerintah setempat bisa mengelola tempat ini dengan bijak yak, agar generasi mendatang masih bisa melihat keindahan bukit kapur ini, cieee…




Puas di bukit kapur, jam 14.45 WIB kami berangkat ke daerah Pantai Lombang untuk mencari kawasan kampung pasir. Jarak tempat ini 39 Km dari Pantai Slopeng, cukup jauh memang. Jam 16.00 WIB kami sampai juga di kampung pasir Dusun Jabau, Kecamatan Batang-batang. Setelah sempat kesasar beberapa kali, hahaha… Tidak mudah untuk dapat masuk di kawasan kampung pasir ini, entah kenapa masyarakat sekitar seolah-olah menutup diri. Gak kehilangan akal, kita mengaku sebagai mahasiswa dari Jember yang ingin belajar budaya di tempat itu, ahay! Sebenarnya ini adalah kampung nelayan. Pada awalnya saya sedikit kecewa melihat kampung pasir tersebut karena tidak sesuai dengan apa yang saya bayangkan sebelumnya, rumah-rumah di kawasan ini sudah modern dan beralaskan keramik. Setelah mendapat akses masuk, kami diantar ke rumah kepala desa yang bernama Haji Ansari. Setelah bertanya-tanya dengan beliau, ternyata penduduk di sana kadang tidur di halaman pasir mereka. Saya melihat sendiri beberapa keluarga sedang asyik bersenda gurau di halaman pasir. Sangat unik dan baru kali ini saya melihat ada budaya seperti itu. Akhirnya Pak Haji menunjukkan kamar tidur mereka yang beralaskan pasir. Waaaaaaahhhhhhhhhhh, unyu banget! Wkwkwk…. Saya langsung melompat dan mencoba tidur-tiduran di alas pasir tersebut. Mereka biasanya tidur di atas pasir ketika udara di rumah panas. Wah seru juga ternyata. Setelah mini tour di dalam rumahnya, Pak Haji mengajak kita ke pantai di dekat rumahnya. Di sana banyak orang duduk di pasir pantai, tampak anak-anak dengan riangnya bermain sepakbola, mendayung perahu dan beberapa bermain layang-layang. Kebetulan ketika saya ke pantai bersamaan dengan para nelayan yang sedang berangkat melaut. Sebenarnya kita disarankan untuk menginap di sana menunggu pagi hari saat nelayan kembali ke pantai membawa hasil tangkapan mereka. Namun kita tidak bisa menginap karena masih ada daftar kunjungan lainnya. Mungkin lain kali ya Pak Haji… :)



Kolam pasir di dalam rumah

Di hari terakhir, 09 Oktober 2011, jam 11.30 WIB, saya dan Hari berangkat ke Alun-alun Sumenep untuk melihat lomba karapan sapi. Jam 12.00 WIB sampai di lokasi dan langsung membayar tiket IDR 5K untuk masuk ke arena pertandingan. Saya sempatkan berkeliling sebentar untuk melihat persiapan peserta lomba. Ternyata, sebelum berlomba, sapi-sapi tersebut disiram air jamu dan didoakan terlebih dahulu oleh dukun, kemudian sapi tersebut diantar jalan memutar sejauh 5 meter dari garis start. Sebagai warming up mungkin, hehehe… Begitulah garis besar ritual menyiapkan sapi sebelum lomba dimulai. Widiiihhh, harus siap-siap stamina untuk melihat lomba karapan sapi ini, debu dan terik matahari menghadang setiap peserta dan penonton, huft… Jam 13.30 WIB, kami memutuskan pulang walaupun perlombaan belum selesai, gak kuat dengan panaaassnya arena, hahaha…





Setelah packing, jam 18.00 WIB saya dan Hari kembali ke Jember dengan menumpang bus Damri seharga IDR 60K dan tiba di Jember jam 02.30 WIB!! Hemmm, terbayarkan sudah rasa penasaran saya terhadap tempat-tempat tersebut. Selanjutnya? Mencari tempat-tempat tujuan menarik lainnya…