Jumat, 29 Juli 2011

SATE CAK JUMADI



Satu lagi warung sate yang bisa menjadi tujuan bagi para penggemar sate, baik sate ayam ataupun sate kambing. Tidak hanya ke sate Cak Ri ataupun Sate Pak Toha di perempatan mangli, Sate Cak Jumadi atau yang dikenal dengan sebutan Sate Panti bisa dijadikan tempat referensi yang bagus. Sate ini berlokasi di Jl. Tengiri 1A Duku Mencek, Sukorambi, Jember. Lebih gampangnya, kalau dari lampu merah Mangli ambil saja rute ke arah Sukorambi, terus di pertigaan Polsek Jurang Lemes, kita ambil arah ke kiri, ke arah Panti. Saya sendiri pas terakhir kali kesana tanggal 28 Juli 2011 kemarin sempat kesusahan mencari dimana letak warung ini, maklum jika kesana saya tidak pernah menjadi juru kemudi plus juga selalu bermasalah dalam menghafal lokasi! Hahaha…. Tapi, it doesn’t matter, sekitar 1 km dari pertigaan sudah tercium bau sate yang sedang dibakar. Ahay! Ketemu juga akhirnya…




Warung sate Cak Jumadi ini terletak di pinggir jalan dan dikelilingi oleh area persawahan. Dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu dan suasana yang asri membuat makan di tempat ini semakin nikmat, apalagi jika memilih duduk lesehan. Pelanggan warung sate ini pun juga dari berbagai kalangan, mulai warga desa, karyawan, pejabat sampai Pak Djalal, bupati non-aktif Jember menjadi penikmat setia sate ini.



Berhubung sering makan sate ayam di daerah kota, maka setiap kali kesini saya memilih memesan sate kambing, tanpa jeroan, karena saya anti terhadap berbagai macam jeroan hewan, kolesterol… kolesterol!! Hehehe… Tetapi bagi yang tidak suka daging kambing, tidak perlu khawatir, disini juga tersedia sate ayam, campur ataupun daging saja. Dengan mengeluarkan uang sebesar IDR 15K, kita sudah bisa menikmati seporsi sate kambing full daging (exc. nasi), yaa, sekitar IDR 20K lah jika dengan nasi dan segelas es teh manis. Bumbunya sendiri mantap, campuran kecap dan  kacang yang diuleg halus begitu lezat ketika sudah berada di dalam mulut. Yang saya suka adalah rasa kacangnya begitu terasa. Ukuran daging yang ditusuk lumayan besar, kontur daging kambingnya pun tidak liat seperti kebanyakan sate kambing pada umumnya, so kita tidak perlu berantem dengan daging dulu sebelum menelannya. Selain itu, bau khas kambing pun hampir tidak terasa. Begitu dikunyah, aroma “apeg” daging kambing tidak menyebar di mulut, sehingga tidak menyebabkan rasa mual, seperti alasan kebanyakan orang yang anti kambing. Gule kambingnya sendiri juga recommended, dengan potongan tulang yang masih berdaging, tidak cuma tulang dengan tetelan gak layak makan, serta campuran berbagai rempah, menambah nikmatnya menyantap sate kambing Cak Jumadi ini.

 

Begitu juga dengan sate ayamnya, kebetulan saya juga mencicipi sate ayam pesanan teman saya. Potongan dagingnya tidak bisa dibilang kecil, hasil pembakaran yang pas, serta bumbu kacang yang sama lezatnya dengan bumbu sate kambing menjadikan sate ayamnya juga layak untuk dicoba. So, untuk yang belum mencoba kelezatam sate ini, saya merekomendasikan warung sate ini dalam list agenda kunjungan kuliner Anda… :)



Kamis, 28 Juli 2011

Serunya Rame-Rame


Tidak disangka, dengan adanya JFC X kali ini memberikan kesempatan bagi saya untuk mencoba pengalaman baru dengan menjadi host (istilah bagi orang yang menampung tamu di komunitas CouchSurfing). Banyak email yang masuk ke akun saya ataupun ke grup Jember yang saya follow 2 minggu sebelum hari H. Beberapa anggota CS dari berbagai kota diantaranya Surabaya, Jombang, Mojokerto, Malang, Jakarta, Situbondo dan lain-lain berencana datang ke Jember dan rata-rata diantara mereka mencari host yang dapat menyediakan kamarnya untuk mereka. Berhubung rumah saya kecil, jadi saya hanya mampu menampung 1 orang saja, dan untuk lainnya saya berusaha mencarikan tempat penginapan bagi mereka.

Beruntunglah saya sudah mem-follow Jember Banget (selanjutnya saya singkat JB) melalui Facebook. Saya membaca di akun tersebut bahwa si admin, yang belakangan saya tahu namanya Mbak Eja, berusaha mengumpulkan data hotel, kamar kos ataupun kamar di rumah yang bisa menampung orang-orang yang datang ke Jember. Karena dipastikan bahwa tingkat hunian hotel bakal meningkat drastis dan sulit untuk mendapatkan kamar yang available. Langsung saja sore itu ketika ada teman dari Jombang mengatakan kepastiannya pergi ke Jember, saya segera menghubungi Mbak Eja dan langsung ketemuan di Markas JB, di daerah Jl. Anggrek, kawasan lampu merah SMP 2 Jember. Ternyata Mbak Eja bersedia menampung mereka di bekas bengkel JB yang lama, legalah saya... Si mbak ini orangnya ramah banget, seru dan bicara hampir gak ada jeda, mungkin karena alasan itu dia dulu jadi penyiar radio, hahaha... Tapi secara pribadi, saya kagum dengan Mbak Eja ini, kesan yang saya tangkap, dia punya passion yang begitu besar dan bangga menjadi bagian dari masyarakat Jember. Dia bersama suaminya begitu getol mempromosikan dan berusaha untuk memajukan Jember, ya salah satunya dengan membuat clothing line yang bertema Jember, coba deh cek disini....



Sabtu, 23 Juli 2011,

Hari ini total ada 7 teman yang datang ke markas JB. Dua orang dari Surabaya, satu orang yang ternyata kawan lama Mbak Eja sekaligus CS dari Situbondo, dan empat orang berasal dari Jombang dan Mojokerto. Ramailah markas JB malam itu. Planning malam itu adalah berkeliling Jember dan mencoba kuliner khas Jember, karena hampir semua teman yang datang belum pernah menginjakkan kakinya di Jember terbina ini. Mbak Eja akhirnya mengajak ke Resto Anggrek, sebuah cafe yang berada di bilangan Mastrip dengan setting saung-saungnya. Setelah itu, kita nge-cor di belakang Perhutani, menikmati minuman khas Jember yang komposisinya terdiri dari susu kental manis, air jahe dan tape ketan. Membuat malam keakraban saat itu semakin hangat... Preeettt! Hahaha...

   

Minggu, 24 Juli 2011,


Pukul 03.00 WIB
Wuuiiddiiihh... Pagi-pagi buta saya harus bangun untuk menuju Papuma, padahal kemarin siang sudah kesana mengantar si Andi hunting foto plus baru bisa tidur malam jam 12 lewat! Mata susah dibuka dan udara pagi begitu menusuk tulang. Tapi saya harus bangun menemani teman-teman baru saya, ada suatu kewajiban yang tidak tertulis bahwa saya sebagai tuan rumah harus membuat tamu-tamu saya terpuaskan. Akhirnya, dengan sedikit paksaan, berangkatlah saya menuju markas JB berboncengan dengan Andi. Pkl. 03.30 kita bermobil menuju Papuma, berharap mengejar sunrise dan bisa balik ke Jember sebelum jalan protokol ditutup, mengingat siang hari adalah pelaksanaan JFC. Melihat sunrise di Papuma baru kali ini saya lakukan, wiihhhh... Keelokan langit pagi begitu membelalakkan mata. Sumpah keren banget!! Tidak rugi saya bangun dini hari, melawan rasa kantuk, air yang sedingin es dan udara yang begitu menusuk tulang. Sungguh-sungguh worth it!


  

Pukul 10.30 WIB
Teriknya matahari siang itu, tidak menyurutkan semangat kita untuk menonton JFC X dengan tema Eyes On Triumph ini, event yang sudah teman saya nanti-nantikan semenjak mereka tiba di Jember. Seluruh warga Jember dan kota-kota lain membaur membanjiri alun-alun dan sepanjang jalan yang akan dilewati defile. Bahkan ada satu keluarga yang saya lewati, menggelar tikar dan membawa banyak rantang kemudian makan di pinggir jalan! Ya, tidak bisa dipungkiri bahwa JFC benar-benar suatu event yang wajib ditonton dan patut dibanggakan oleh masyarakat Jember. Berdiri di bawah teriknya matahari, berdesak-desakkan dan berjam-jam menunggu defile-defile melintas merupakan suatu keseruan tersendiri. Penampilan dan kreasi para talent luar biasa menakjubkan, adanya pagar pembatas pada mulanya merupakan hal baru yang memiliki nilai plus, karena dapat menertibkan penonton. Tetapi persiapan yang sudah matang tetap saja ada celah yang bisa dikritik. Dari lemahnya pengamanan sepanjang jalan, tidak tertibnya penonton, molornya jadwal dan lain-lain membuat JFC kali ini berwarna. Semoga tahun-tahun berikutnya pelaksanaan event berkelas dunia ini semakin baik dan teman-teman luar kota saya tidak kapok untuk menyaksikannya lagi, lagi dan lagi…



Pertemuan 2 hari terkahir kali ini benar-benar membuat saya terkesan. Walaupun pada awalnya tidak saling kenal dan hanya berkomunikasi melalui sms, tidak membuat kami kagok ketika harus bertemu dan berbaur antara satu dengan yang lainnya. Kami bagaikan sekumpulan teman lama yang mengadakan suatu reuni kecil-kecilan. Saya merasa bergabung dengan komunitas seperti ini sangat bermanfaat karena selain memperoleh kenalan baru, juga sebagai selingan diantara rutinitas sehari-hari yang menjemukan.

  

Senin, 25 Juli 2011

Pengalaman Pertama Jadi Host


CouchSurfing, salah satu komunitas online backpacker yang saya ketahui di tahun 2010, setelah membaca sebuah artikel di Jawa Pos yang membahas salah seorang backpacker yang sudah banyak bepergian ke luar negeri. Dan yang paling membuat saya tertarik untuk mendaftar di situs ini adalah, kita tidak perlu membuang uang untuk biaya hotel atau penginapan ketika sedang bepergian ke luar kota, baik di dalam maupun luar negeri. Dengan mencari teman yang tinggal di kota tujuan, kita bisa mendapatkan penginapan gratis di rumah mereka. Suatu cara penghematan yang cerdas ketika ingin bepergian menurut saya. Keuntungan lainnya adalah, dengan tinggal di rumah orang yang notabene merupakan penduduk lokal, kita bisa mengetahui kebiasaan, budaya dan adat-istiadat setempat, bahkan kalau beruntung kita bisa diantar untuk mengunjungi tempat-tempat yang layak dikunjungi, yang tidak termasuk ittinerary kita sebelumnya. Yah, intinya adalah menjadi warga lokal untuk sesaat, kongkow di tempat warga lokal biasa nongkrong, mencicipi masakan lokal dan sebagainya...

Meskipun terdaftar sebagai anggota sejak 2010, tapi akun saya baru aktif akhir-akhir ini saja, dalam artian ada CS'er lain yang mengirimkan email ke saya, karena mereka akan mengunjungi Jember. Sebenarnya ada juga beberapa orang di awal tahun 2011 mengirim email ke saya, tapi berhubung saya jarang membuka situs www.couchsurfing.org dan jarang buka www.gmail.com, saya baru mengetahui kalau ada email masuk dan baru membalas email mereka di pertengahan tahun 2011! Parah!

Event Jember Fashion Carnaval X 2011 kali ini benar-benar memberikan dampak luar biasa bagi Jember, khususnya bagi komunitas CS Jember. Banyak orang-orang dari luar kota, bahkan luar negeri yang mengunjungi Jember hanya untuk menyaksikan karnaval terbesar di Indonesia ini. Ditambah lagi dengan sudah full booking-nya semua kamar menjelang pelaksanaan JFC, menjadikan komunitas ini benar-benar berarti.

Orang pertama yang menjadi tamu saya adalah Andi Kusmianto, seorang graphics designer untuk koran besar di Indonesia yang terkenal dengan event basketnya dan juga merupakan seorang CS Surabaya. Jujur saja, ada keraguan di awal ketika saya memutuskan untuk menjadi host. Kenapa? Karena selain tidak punya pengalaman menjadi host, saya juga belum mengenal orang ini secara pribadi. Muncul semacam paranoid di awal karena saya harus memasukkan orang asing ke dalam rumah, berbagi kamar tidur dan sebagainya. Tapi perasaan itu berhasil saya tepis. Ketika bertemu untuk kali pertama dengan Andi di Terminal Tawang Alun, ketika saya menjemput dia, langsung muncul perasaan seperti saya sedang menjemput seorang kawan lama yang sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Muncul rasa antusias yang besar untuk berusaha menjadi seorang host yang baik. Untunglah, tamu pertama saya ini bisa dikatakan orang yang nrimo dan tidak terlalu berulah, hehehe... Dikasih tahu harus tidur di ruang tamu OK! (meskipun akhirnya karena kasihan, saya suruh tidur di kamar saya). Diajak makan rawon Semanggi yang seharga IDR 3K OK! Diajak kesini AYO! Diajak kesana AYO! Menyenangkan sekali dan tidak membuat saya trauma jika harus menerima orang asing baru lagi di rumah...


Dengan bergabung dalam komunitas ini, saya dapat bertemu pribadi-pribadi lain dengan keunikan karakteristik yang mereka punya, berbagai latar belakang yang berbeda, suku yang berbeda, logat bicara yang berbeda dan berbagai keunikan lain yang membuat saya semakin yakin untuk tidak ragu lagi ketika harus menerima tamu di lain waktu. Ketika bertemu, kita bisa sharing akan segala sesuatu, mulai hobi, budaya, informasi, pengetahuan dan hal-hal menarik lainnya.

Satu hal yang saya sarankan, jaga diri itu tetap penting, jadi kita harus terlebih dahulu meraba-raba bagaimana sifat dan perilaku tamu kita dengan membaca testimoni dari orang-orang yang pernah bertemu langsung dengan orang yang akan kita hosting di halaman profil mereka. Kalaupun tidak ada, berarti kita gambling dan harus lebih waspada, tetapi jangan sampai terbaca oleh tamu kita yang dapat membuat mereka risih ketika menginap di rumah kita. Jadilah host yang baik. Tetapi jangan lupa pribahasa "bawalah payung sebelum hujan". So, selamat menjadi host ataupun tamu melalui CouchSurfing.

Jumat, 01 Juli 2011

Alas Purwo Yang Misterius


Banyuwangi, 29 Juni 2011

Entah kenapa, akhir-akhir ini dalam otak saya hanya terpikir "setiap hari libur harus saya maksimalkan untuk mengunjungi tempat-tempat baru". Mungkin dikarenakan kejenuhan kerja, atau target wisuda yang meleset dari perkiraan awal.... Hmpft, nasib-nasib... -__-a
 
Sore hari sebelum tanggal 29, saya sudah ancang-ancang dengan teman kantor saya, Aaron, untuk mengunjungi Pantai Plengkung, yang membuat saya penasaran karena banyak teman dan kerabat yang mengatakan kalau pantai yang satu ini begitu indah.... Tetapi dari beberapa kesan positif itu, ada juga berita yang kurang mengenakkan. Pantai Plengkung berada di dalam kawasan Taman Nasional Alas Puwo, yang seperti saya dengar merupakan kerajaan mahkluk halus terbesar, atau entah apalah, pokoknya kesan yang saya tangkap hutan ini begitu angker. Selain itu akses jalan menuju ke pantai ini rusak berat... Pikiran saya langsung menerawang ketika saya harus bermotor ke Sukamade,  akses jalannya begitu terjal dan berbatu sebesar kepalan tangan orang dewasa, yang membuat saya kapok kesana kecuali dengan menggunakan kendaraan 4 wheel drive. Mungkin hal-hal tersebut yang membuat beberapa teman yang biasa ikut travelling "keder" duluan, sehingga memutuskan untuk tidak ikut dalam perjalanan kali ini.




Untuk mencapai Pantai Plengkung atau yang dikenal dengan sebutan G-Land ini (kepanjangan dari Grajakan Land) kita menuju ke daerah Purwoharjo terlebih dahulu. Disana sudah ada papan arah menuju pantai ini. Perjalanan dari Jember dapat ditempuh sekitar 4 jam an. Akses jalan dari gerbang TN Alas Purwo sampai di daerah Pancur, lumayan bisa dilewati oleh kendaraan bermotor, kondisi jalannya tanah berbatu. Menurut saya, lebih baik menggunakan sepeda motor daripada mobil, karena jarak tempuhnya semakin cepat.

Karena berlokasi di dalam taman nasional, mau tidak mau kita harus berkendara menembus hutan, tapi tenang saja, sudah terbentuk akses jalan dan papan penunjuk arah, sehingga tidak kuatir tersesat :D. Memasuki area hutan, kondisi begitu sunyi, pohon besar di kanan kiri, jalanan berliku dan berbagai bunyi-bunyian mahkluk penghuni hutan ini menemani suara motor yang menderu. Benar-benar serasa di dunia lain... heheh... Banyak hewan yang bisa kita jumpai selama perjalanan, mulai dari segerombolan kupu-kupu, burung merpati, monyet ekor panjang, biawak sampai burung merak! Ya, saya juga kaget, bisa menjumpai burung merak langsung di habitatnya... Benar-benar pengalaman yang baru.... Di dalam TN Alas Purwo ini sendiri juga terdapat beberapa lokasi pantai, tidak hanya Plengkung, seperti Pantai Trianggulasi dan Pantai Pancur yang tidak kalah menarik, serta juga terdapat beberapa gua dan menara pengamatan satwa. Jadi seharian kita bisa menjelajah ke beberapa tempat yang berbeda...



Untuk mencapai ke Plengkung, dari pos Pancur, jalanan rusak berat apalagi di musim penghujan, jalannya licin, berbatu dan banyak genangan air. Hal ini yang membuat pengunjung harus jalan kaki sejauh 9 KM jika ingin ke Plengkung, karena petugas tidak memperbolehkan membawa kendaraan apapun, kecuali sudah mendapat ijin. Salah satu cara yang bisa ditempuh jika tidak ingin kaki gempor, ya dengan menumpang mobil logistik hotel atau mobil yang menjemput bule dari Plengkung. Seperti yang saya alami. Tetapi itu semua juga tergantung keberuntungan kita, karena tidak ada jam pasti kapan mobil-mobil tersebut lewat.



Pantai Plengkung sendiri sudah terkenal di dunia surfing. Banyak bule yang datang hanya sekedar untuk merasakan dahsyatnya ombak pantai selatan ini. Tetapi bagi saya, yang bukan peselancar, merasa biasa saja... hehehe... Karena tidak bisa menikmati ombak yang katanya tertinggi ke-2 di dunia setelah Hawaii ini. Saya hanya menikmati pesona yang disuguhkan.