Ini dia warungnya, seperti rumah biasa, jangan sampai terlewat... |
Ternyata Jember itu kaya akan berbagai jenis kuliner yang tidak kalah dengan kota-kota lainnya di Indonesia. Tidak hanya di daerah perkotaan, tetapi juga di daerah pedesaan yang jauh dari keramaian kita bisa mendapatkan kuliner yang mantab. Salah satunya seperti warung makan yang sempat saya singgahi di hari Senin kemarin, tanggal 26 Desember 2011. Warung yang menyediakan menu andalan ayam pedas dan terletak di Dusun Menampu, Kecamatan Gumukmas ini sebenarnya sudah lama saya dengar. Ternyata dari sekian banyak referensi yang mampir di telinga saya, hampir semuanya mengatakan jika ayam pedas di warung ini maknyus, meminjam istilah Pak Bondan, hehehe... "AYAM PEDAS PULOREJO BAPAK H. HASAN BASRI" namanya. FYI, warung ini merupakan cikal bakal ayam pedas di daerah Gumukmas dan telah berdiri sejak tahun 1980. Lho, bukannya ayam pedas yang fenomenal disana adalah "Ayam Pedas Hj. Rupini"?! Memang, namun semenjak Hj. Rupini meninggal, sang suami membuka warung dengan namanya sendiri, sedangkan trademark "Hj. Rupini" dipakai oleh anak mereka yang membuka warung di daerah Dusun Menampu juga tetapi berada di pinggir jalan utama, tidak seperti sang Bapak yang berada di daerah perkampungan.
Si pengelola warung |
Penasaran?! Langsung saja meluncur ke TKP. Jika kamu kesulitan menemukan warung makan ini, langsung kontak saya dan saya akan menanyakannya ke teman yang jago dalam urusan hafal-menghafal letak suatu lokasi. Karena saya sangat bermasalah dengan menghafal lokasi, yang ada malah bikin nyasar, hahaha... Yang saya ingat hanyalah waktu tempuh Gumukmas dari Jember kota sekitar satu jam berkendara motor. Perlu diingat, warung ini beroperasi mulai jam 6 pagi sampai sekitar jam 6 sore.
Sesampainya di lokasi, saya melihat hamparan sawah dan ladang jagung. Ya, warung ini terletak di pedesaan dengan pemandangan ladang jagung di seberangnya. Pengunjungpun bebas memilih dimana mereka akan menyantap hidangan. Ada dua pilihan, di dalam warung dengan meja dan kursi "modern" atau bisa duduk santai di bale-bale di samping ladang dengan cara lesehan. Tentunya, saya dan beberapa teman lebih memilih lesehan agar bebas bercengkerama dan menikmati hijuanya pemandangan yang ada, lebih santai pula.
Sesampainya di lokasi, saya melihat hamparan sawah dan ladang jagung. Ya, warung ini terletak di pedesaan dengan pemandangan ladang jagung di seberangnya. Pengunjungpun bebas memilih dimana mereka akan menyantap hidangan. Ada dua pilihan, di dalam warung dengan meja dan kursi "modern" atau bisa duduk santai di bale-bale di samping ladang dengan cara lesehan. Tentunya, saya dan beberapa teman lebih memilih lesehan agar bebas bercengkerama dan menikmati hijuanya pemandangan yang ada, lebih santai pula.
Area "formal" |
Area "nyantai abeezzz..." |
Warung ini menyediakan dua olahan ayam pedas, panggang dan kuah. Dengan porsi satu ekor ayam utuh, tidak dipotong per bagian. So, kamu mau tidak mau harus memesan satu ekor ayam untuk mencoba kelezatannya. Walaupun harus membeli satu ekor penuh, warung ini bisa menjual hingga 60 ekor per hari lho, bayangkan bagaimana tersohornya warung ini, hehehe... Karena penasaran, jadilah kita memesan dua-duanya. Tidak lama kok menunggu masakan siap disajikan, mungkin sekitar 15 menit.
Begitu dihidangkan, hemmm... ayam panggang pedas begitu menggoda selera. Di atasnya terdapat sambal yang membuat air liur siapapun mengalir deras, hehehe... Rasanya?! Mantab! Daging ayam kampungnya lumayan empuk dengan bumbu yang meresap dan aroma asap masih terasa. Ya, ketika saya masuk ke dapurnya, pemilik warung makan ini masih menggunakan tungku tradisional serta kayu sebagai sumber api. Pedas gak?! Hemm... Relatif ya. Kalau saya menilai, pedasnya dalam taraf "aman", sedang-sedang lah... Tapi bagi beberapa teman saya yang juga ikut dalam kesempatan itu, mereka makan sambil meneteskan air mata dan ingus mengalir keluar, hahaha....
Begitu dihidangkan, hemmm... ayam panggang pedas begitu menggoda selera. Di atasnya terdapat sambal yang membuat air liur siapapun mengalir deras, hehehe... Rasanya?! Mantab! Daging ayam kampungnya lumayan empuk dengan bumbu yang meresap dan aroma asap masih terasa. Ya, ketika saya masuk ke dapurnya, pemilik warung makan ini masih menggunakan tungku tradisional serta kayu sebagai sumber api. Pedas gak?! Hemm... Relatif ya. Kalau saya menilai, pedasnya dalam taraf "aman", sedang-sedang lah... Tapi bagi beberapa teman saya yang juga ikut dalam kesempatan itu, mereka makan sambil meneteskan air mata dan ingus mengalir keluar, hahaha....
Nih, cara masaknya, masih tradisional... |
Ayam panggang pedas |
Bagaimana dengan ayam pedas kuahnya?! Cukup sedaplah dengan kuah bersantan dan cabe rawit utuh yang banyak mengambang di permukaan kuah. Namun demikian, rasanya tidak mampu mengalahkan "Ayam Pedas Raminten" yang ada di Terminal Genteng Banyuwangi, menurut saya. Pedas dan kental kuah santan berbumbunya masih kalah jauh dengan Raminten. Satu-satunya jalan kalau Anda merasa kurang pedas, ya tinggal menggerus cabe yang ada...
Ayam pedas kuah |
Dari kedua menu masakan yang sudah saya cicipi, saya lebih menyukai ayam panggang pedasnya karena rasa yang lebih nendang, baik bumbu maupun sambalnya. Jadi, bagi kamu yang sedang menungunjungi Puger atau kecamatan lain yang berada di dekat Gumukmas, tidak ada salahnya untuk mencari lokasi makan ini dan mencoba menikmati ayam pedas khas Gumukmas seharga IDR 60rb ini.
Tulisan ini juga dapat dibaca di sini
Tulisan ini juga dapat dibaca di sini
Ehh postingan ini mrirp sama dengan yang ada di jember banget ya,,hehehe
BalasHapusmemang mas Sofyan, ya semacam kontributor di blognya "Jember Banget" lah. Selain nulis di blog saya pribadi, kalo kontennya berkaitan dengan Jember dan belum pernah diulas, saya masukkan di sana :D
BalasHapus