Senin, 31 Oktober 2011

MENGUKUR JALAN DI BUKIT BINTANG

Peta Kawasan bukit Bintang
Kebetulan selama berada di Kuala Lumpur, hotel saya ada di daerah Bukit Bintang. Sekedar info, Bukit Bintang adalah kawasan segitiga emas Kuala Lumpur. Disini merupakan pusat keramaian, mall, cafĂ©, toko semuanya ada. Banyak juga yang mengatakan bahwa kawasan ini layaknya Orchard Road di Singapura. Wah, tentu mudah mencari hiburan di sekitaran hotel! Yippiieee…

Setelah ada pemberitahuan dari panitia mengenai dimana saya akan menginap di Kuala Lumpur dan kapan bisa bebas berkeliaran seorang diri tanpa rombongan, saya langsung mencari CouchSurfer Kuala Lumpur untuk menjadi host saya, sekedar untuk menemani jalan dan menunjukkan tempat-tempat yang oke di sekitaran Bukit Bintang. Beberapa email saya sebar dan akhirnya ada satu orang yang berminat menunjukkan lebih dalam kawasan Bukit Bintang. Andreas Richterich namanya, seorang warga Jerman yang sudah dua tahun hidup dan bekerja di Kuala Lumpur. Dia bersedia mengantar saya berkeliling daerah Bukit Bintang. Kita juga sudah bertukar nomor telepon, sehingga pas saya di KL nanti, lebih mudah untuk saling menghubungi.

Malam pertama setelah tiba di KL, rombongan saya baru masuk hotel sekitar jam 11 malam waktu setempat. Sudah terlalu malam untuk menghubungi Andy, nama panggilan host saya. Sungkan, hehehe… Gak tahu diri banget kalo saya tetap ngotot ingin ditemani jalan, yah, walaupun dia oke-oke saja. Akhirnya, saya memutuskan untuk berkeliling sekitaran hotel seorang diri. Sayang jika waktu yang saya punya hanya untuk dihabiskan di dalam kamar hotel. Walaupun badan capek, tapi semangat dan keantusiasan mengalahkan segalanya, hehehe… 

Suasana di Depan Hotel

Sebuah Club Malam di Bukit Bintang


Setelah cuci muka dan meletakkan barang bawaan, saya langsung bergegas menuju pintu keluar hotel. Tengak-tengok ke kanan dan kiri, sama ramenya! Hahaha… So, saya cuma mengikuti kata hati dan melangkahkan kaki tanpa tujuan. Di jalan Bukit Bintang ini banyak ditemui tukang massage. Mereka menawarkan jasa layaknya menawarkan makanan. Rame! Merayu setiap pejalan kaki untuk mampir ke kedai massage-nya. Hemm, oke, skip this option… Walaupun kaki pegel, tapi saya sayang untuk membuang uang hanya untuk dipijat, hehehe… Saya teruuuusss jalan, sambil melihat-lihat beberapa toko yang saya lewati. Dan, sampai akhirnya, saya memutuskan untuk ke Jalan Alor. Sempat bertanya dimana letaknya pada seorang penjaja kaki lima, akhirnya saya menemukannya.


Menurut data yang sudah saya dapat ketika masih di Indonesia, jika di kawasan Bukit Bintang, kamu harus mampir ke Jalan Alor ini. Kenapa?! Karena disini pusatnya jajanan murah pinggir jalan. Uyeee….!! Tempatnya seperti Kya-Kya di Surabaya, hanya saja tidak menggunakan seluruh badan jalan, hanya setengahnya. Jadi, setengah badan jalan lainnya masih bisa dilalui kendaraan satu arah. Begitu sampai di mulut jalan, waahhhm berbagai macam kedai berjejeran dan meja-mejapun dipenuhi oleh para pecinta kuliner. Sepenglihatan saya, kebanyakan disini adalah chinesse food, tapi ada juga beberapa penjual seafood dan masakan khas melayu. Hemm, aroma masakan menusuk hidung. Saya hanya berjalan saja, sambil mencari-cari makanan yang aneh menurut saya. Dan akhirnya, saya menemukan sebuah mobil penjual aneka sate seafood. Setelah melihat apa saja yang disediakan, saya memilih sate ubur-ubur dan sotong (cumi raksasa). Ada dua pilihan cara memasaknya, direbus atau digoreng. Saya memilih direbus. Setelah matang, dua sate itu disiram dengan sejenis kuah yang rasanya asem pedas. Rasanya gimana?! Untuk sotong, seperti makan cumi pada umumnya, tapi ini lebih sedikit liat dan kenyal. Kalau ubur-uburnya, hemm, kres-kres gimanaaa gitu, hahaha… Harganya?! Sekitar RM 8,3. 

Kawasan Jalan Alor

Sate Ubur-Ubur dan Sotong
Setelah menghabiskan dua tusuk sate, saya berjalan lagi sampai akhirnya bertemu dengan penjual Tau Foo. Setelah saya amati, ternyata mirip tauhwa kalo disini. Itu lho, makanan dari sari tahu yang lembut lalu disiram dengan air jahe. Nah, bedanya kalau yang ini bukan menggunakan air jahe, tetapi dengan menggunakan air gula dan dapat dinikmati dingin. Segerrr banget, hemm… enak! Hehehe… Setelah menghabiskan semangkuk Tau Foo seharga RM 5, waktu sudah menunjukkan pukul 00.30. Mata sudah sedikit ngantuk dan kaki sudah teramat pegal. Akhirnya saya memutuskan ke hotel dan tidur….



***

Malam kedua, setelah makan malam bersama rombongan, saya menghubungi Andy. Ternyata, dia sudah menunggu saya di lobby hotel, padahal saya belum sampai di hotel, mungkin berjarak sekitar 10 menit. Wah, gilak, baik banget nih orang mau nunggu. Setelah sampai hotel, saya langsung mengenali wajahnya. Pria bule, kurus, berambut putih. Ya, Andy sudah berumur 51 tahun, tapi tau gak?! Outfit-nya persis seperti orang yang berumur 30 tahunan. Kemeja kotak-kotak, celana jeans, tas selempang dan sepasang sepatu kets. Biarpun usia sudah senja, tapi penampilan harus tetap muda, hehehe… Bercengkerama sebentar di lobby, kemudian kita langsung jalan-jalan. Ya, kali ini jalan yang sebenar-benarnya, tanpa menggunakan kendaraan dan alat transportasi apapun, hehehe…

Andy bertanya saya ingin jalan-jalan kemana dan saya mengatakan ingin beli oleh-oleh, makan makanan lokal serta pergi ke tempat yang oke. Maka, dia langsung mengantar saya ke kawasan China Town, sebuah kawasan pecinan yang banyak terdapat penjual souvenir khas KL. Berjarak sekitar 20 menit berjalan kaki dari hotel Federal, tempat saya menginap. Setelah oleh-oleh ada di tangan, dia mengantar saya ke Merdeka Square. Seperti alun-alun lah, disekelilingnya terdapat gedung pemerintahan, yang bangunannya kuno buatan Inggris. Cantik! Dengan lampu LED yang berwarna-warni, semakin meperlihatkan keanggunan bangunan. 

Salah Satu Sudut China Town
Bangunan di Depan Merdeka Square
Di lapangan ini saya bertemu dengan segerombolan warga negara Libya yang tinggal di KL. Mereka menari dan memainkan musik layaknya orang berpesta. Tahu kenapa?! Ya, mereka merayakan kematian pemimpin diktator mereka, Muammar Gaddafi. Dengan bendera baru mereka meluapkan rasa kegembiraannya. Sesuatu yang unik menurut saya. Kata Andy, pemerintah Malaysia tidak melarang setiap warganya berkumpul dan melakukan kegiatan semacam ini, asalkan tidak mengganggu ketertiban. Hemm, nice… Saya dan Andy juga diajak berfoto bersama mereka! Hahaha… sudah kayak turis beneran kalo begini, hehehe…

They're all Libyan
Saya, Andy dan The Libyans


Setelah dari Merdeka Square, kembali saya diajak berjalan ke salah satu masjid tertua di Kuala Lumpur. Saya lupa nama masjidnya, yang saya ingat adalah letak masjid ini di muara sungai dengan arsitektur yang cantik pula. Kemudian, kita berjalan (lagi) menuju ke kampung India. Disini kawasan etnis India bermukim di KL. Toko-toko, restoran dan kedai-kedai semua menawarkan hal-hal serba India, mulai kain sari, bunga-bungaan sampai roti canai. Yah, untuk melepas lelah, saya diajak nongkrong di salah satu kedai. Kecil memang, tapi ini yang paling ramai saat itu. Makannya juga di pinggir jalan. Saya memesan seporsi roti canai dan segelas teh tarik. Cukup lah ya untuk mewakili kuliner khas Malaysia, hehehe… Saya cukup menghabiskan RM 7 untuk tiga porsi roti canai, dua gelas lemon tea dan segelas teh tarik. Murah ya???



Roti Canai dan Teh Tarik
Setelah sedikit kenyang, sebenernya saya masih ingin ke Twin Tower. Tapi berhubung waktu sudah terlalu malam, sekitar 01.30 waktu setempat, tidak memungkinkan bagi saya untuk terus kelayapan. Alasannya, Petronas agak jauh dari posisi saya sekarang, tidak ada LRT yang beroperasi, lampu Petronas sudah dimatikan, besok saya harus bangung sekitar jam 06.00 waktu setempat dan yang terakhir kasihan host saya, hehehe… Akhirnya saya memutuskan untuk mengakhiri petualangan saya hari itu. Andy memberitahu jika jalan kaki, saya butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di hotel. WHATTT?! Jauh amaaattt!!! Hahaha… So, dengan alasan keamanan dan kesehatan (kaki), saya memilih untuk naik taksi. Gak mahal?! Setelah nego, saya hanya kena RM 10. Gapapalah, daripada kaki saya gempor! Hahaha…

Sisa-sisa Ringgit
So, itulah akhir perjalanan saya “ngeluyur” tanpa rombongan, ditemani oleh seseorang yang tahu akan KL. Senang rasanya. Saya dan Andy berpisah di sebuah lampu merah dan masing-masing menuju ke arah yang berlawanan. Sungguh tidak menyesal saya gabung dengan komunitas ini (CouchSurfing). Mengapa? Karena saya merasa memiliki saudara di setiap kota, tidak hanya di Indonesia saja, tetapi di seluruh dunia!! :D


Sumber gambar peta : google

4 komentar:

  1. hmmm..
    inti nya...enakan jalan dewe tmbang ma rombongan yah ko??
    hehehhe..
    Nice story..so easy dbaca m dbayangkan..two thumbs..

    BalasHapus
  2. ABSOLUTELY!! Semakin banyak orang, semakin ruwet, hahaha... Mending jalan sendiri, mau kesasar ya gak ada yang ngomel... Hahaha...
    Thanks anyway... I appreciate it :D

    BalasHapus
  3. Masjid Jamek ko namanya :)
    deket ah dari Bukit Bintang ke daerah Merdeka Square ato Kampung India hehehe,,, gue dulu bolak balik dari bukit bintang ke situ jalan kaki T___T
    host gw dulu di daerah alor situ, jd klo mau makan tinggal menclok hehe

    btw serius taxi segitu,,, buset taxi KL klo malam terkenal sadis, gw pernah kena 400rb, klo diinget2 rasanya pengen nangis2

    BalasHapus
  4. hadaaahhh, kaki gw terlalu pegel buat jalan, setelah siangnya mondar-mandir di Sepang XD. Begitu ngeliat gedung terdekat dengan hotel yang jaraknya "lumayan" jauh, gak ada niat sama sekali buat jalan balik...! wkwkwk... Dtambah itu sudah terlalu malam, jam 01.30, gimana kalo gw dirampok?? LoL

    Taxi?! Serius, dari kampung India ke hotel. Itupun berani nawar segitu gara-gara sudah dikasih info ma host gw. Awalnya kalo gak salah sekitar RM 15. Itu IDR 400K mana ke mana?? Kalo ke Batu Cave dari BB yang mungkin!! hahaha...

    BalasHapus