Peta Kawasan bukit Bintang |
Kebetulan selama berada di Kuala Lumpur, hotel saya ada di
daerah Bukit Bintang. Sekedar info, Bukit Bintang adalah kawasan segitiga emas
Kuala Lumpur. Disini merupakan pusat keramaian, mall, café, toko semuanya ada. Banyak juga yang mengatakan bahwa kawasan
ini layaknya Orchard Road di Singapura. Wah, tentu mudah mencari hiburan di
sekitaran hotel! Yippiieee…
Setelah ada pemberitahuan dari panitia mengenai dimana saya
akan menginap di Kuala Lumpur dan kapan bisa bebas berkeliaran seorang diri
tanpa rombongan, saya langsung mencari CouchSurfer Kuala Lumpur untuk menjadi host saya, sekedar untuk menemani jalan
dan menunjukkan tempat-tempat yang oke di sekitaran Bukit Bintang. Beberapa
email saya sebar dan akhirnya ada satu orang yang berminat menunjukkan lebih
dalam kawasan Bukit Bintang. Andreas Richterich namanya, seorang warga Jerman
yang sudah dua tahun hidup dan bekerja di Kuala Lumpur. Dia bersedia mengantar
saya berkeliling daerah Bukit Bintang. Kita juga sudah bertukar nomor telepon,
sehingga pas saya di KL nanti, lebih mudah untuk saling menghubungi.
Malam pertama setelah tiba di KL, rombongan saya baru masuk
hotel sekitar jam 11 malam waktu setempat. Sudah terlalu malam untuk
menghubungi Andy, nama panggilan host
saya. Sungkan, hehehe… Gak tahu diri banget kalo saya tetap ngotot ingin
ditemani jalan, yah, walaupun dia oke-oke saja. Akhirnya, saya memutuskan untuk
berkeliling sekitaran hotel seorang diri. Sayang jika waktu yang saya punya
hanya untuk dihabiskan di dalam kamar hotel. Walaupun badan capek, tapi
semangat dan keantusiasan mengalahkan segalanya, hehehe…
Suasana di Depan Hotel |
Sebuah Club Malam di Bukit Bintang |
Setelah cuci muka dan meletakkan barang bawaan, saya
langsung bergegas menuju pintu keluar hotel. Tengak-tengok ke kanan dan kiri,
sama ramenya! Hahaha… So, saya cuma
mengikuti kata hati dan melangkahkan kaki tanpa tujuan. Di jalan Bukit Bintang
ini banyak ditemui tukang massage.
Mereka menawarkan jasa layaknya menawarkan makanan. Rame! Merayu setiap pejalan
kaki untuk mampir ke kedai massage-nya.
Hemm, oke, skip this option… Walaupun
kaki pegel, tapi saya sayang untuk membuang uang hanya untuk dipijat, hehehe…
Saya teruuuusss jalan, sambil melihat-lihat beberapa toko yang saya lewati.
Dan, sampai akhirnya, saya memutuskan untuk ke Jalan Alor. Sempat bertanya dimana
letaknya pada seorang penjaja kaki lima, akhirnya saya menemukannya.
Menurut data yang sudah saya dapat ketika masih di
Indonesia, jika di kawasan Bukit Bintang, kamu harus mampir ke Jalan Alor ini.
Kenapa?! Karena disini pusatnya jajanan murah pinggir jalan. Uyeee….!!
Tempatnya seperti Kya-Kya di Surabaya, hanya saja tidak menggunakan seluruh badan jalan, hanya setengahnya. Jadi, setengah badan jalan lainnya masih bisa dilalui kendaraan satu arah. Begitu sampai di mulut jalan, waahhhm berbagai
macam kedai berjejeran dan meja-mejapun dipenuhi oleh para pecinta kuliner. Sepenglihatan
saya, kebanyakan disini adalah chinesse
food, tapi ada juga beberapa penjual
seafood dan masakan khas melayu. Hemm, aroma masakan menusuk hidung. Saya
hanya berjalan saja, sambil mencari-cari makanan yang aneh menurut saya. Dan
akhirnya, saya menemukan sebuah mobil penjual aneka sate seafood. Setelah melihat apa saja yang disediakan, saya memilih
sate ubur-ubur dan sotong (cumi raksasa). Ada dua pilihan cara memasaknya,
direbus atau digoreng. Saya memilih direbus. Setelah matang, dua sate itu disiram
dengan sejenis kuah yang rasanya asem pedas. Rasanya gimana?! Untuk sotong,
seperti makan cumi pada umumnya, tapi ini lebih sedikit liat dan kenyal. Kalau
ubur-uburnya, hemm, kres-kres gimanaaa gitu, hahaha… Harganya?! Sekitar RM 8,3.
Kawasan Jalan Alor |
Sate Ubur-Ubur dan Sotong |
Setelah menghabiskan dua tusuk sate, saya berjalan lagi
sampai akhirnya bertemu dengan penjual Tau Foo. Setelah saya amati, ternyata
mirip tauhwa kalo disini. Itu lho, makanan dari sari tahu yang lembut lalu
disiram dengan air jahe. Nah, bedanya kalau yang ini bukan menggunakan air
jahe, tetapi dengan menggunakan air gula dan dapat dinikmati dingin. Segerrr
banget, hemm… enak! Hehehe… Setelah menghabiskan semangkuk Tau Foo seharga RM 5,
waktu sudah menunjukkan pukul 00.30. Mata sudah sedikit ngantuk dan kaki sudah
teramat pegal. Akhirnya saya memutuskan ke hotel dan tidur….
***
Malam kedua, setelah makan malam bersama rombongan, saya menghubungi
Andy. Ternyata, dia sudah menunggu saya di lobby
hotel, padahal saya belum sampai di hotel, mungkin berjarak sekitar 10 menit.
Wah, gilak, baik banget nih orang mau nunggu. Setelah sampai hotel, saya
langsung mengenali wajahnya. Pria bule, kurus, berambut putih. Ya, Andy sudah
berumur 51 tahun, tapi tau gak?! Outfit-nya
persis seperti orang yang berumur 30 tahunan. Kemeja kotak-kotak, celana jeans,
tas selempang dan sepasang sepatu kets. Biarpun usia sudah senja, tapi
penampilan harus tetap muda, hehehe… Bercengkerama sebentar di lobby, kemudian
kita langsung jalan-jalan. Ya, kali ini jalan yang sebenar-benarnya, tanpa
menggunakan kendaraan dan alat transportasi apapun, hehehe…
Andy bertanya saya ingin jalan-jalan kemana dan saya
mengatakan ingin beli oleh-oleh, makan makanan lokal serta pergi ke tempat yang
oke. Maka, dia langsung mengantar saya ke kawasan China Town, sebuah kawasan
pecinan yang banyak terdapat penjual souvenir
khas KL. Berjarak sekitar 20 menit berjalan kaki dari hotel Federal, tempat
saya menginap. Setelah oleh-oleh ada di tangan, dia mengantar saya ke Merdeka
Square. Seperti alun-alun lah, disekelilingnya terdapat gedung pemerintahan,
yang bangunannya kuno buatan Inggris. Cantik! Dengan lampu LED yang
berwarna-warni, semakin meperlihatkan keanggunan bangunan.
Salah Satu Sudut China Town |
Bangunan di Depan Merdeka Square |
Di lapangan ini saya bertemu dengan segerombolan warga
negara Libya yang tinggal di KL. Mereka menari dan memainkan musik layaknya
orang berpesta. Tahu kenapa?! Ya, mereka merayakan kematian pemimpin diktator
mereka, Muammar Gaddafi. Dengan bendera baru mereka meluapkan rasa
kegembiraannya. Sesuatu yang unik menurut saya. Kata Andy, pemerintah Malaysia
tidak melarang setiap warganya berkumpul dan melakukan kegiatan semacam ini,
asalkan tidak mengganggu ketertiban. Hemm, nice… Saya dan Andy juga diajak
berfoto bersama mereka! Hahaha… sudah kayak turis beneran kalo begini, hehehe…
They're all Libyan |
Saya, Andy dan The Libyans |
Setelah dari Merdeka Square, kembali saya diajak berjalan ke
salah satu masjid tertua di Kuala Lumpur. Saya lupa nama masjidnya, yang saya
ingat adalah letak masjid ini di muara sungai dengan arsitektur yang cantik
pula. Kemudian, kita berjalan (lagi) menuju ke kampung India. Disini kawasan
etnis India bermukim di KL. Toko-toko, restoran dan kedai-kedai semua
menawarkan hal-hal serba India, mulai kain sari, bunga-bungaan sampai roti
canai. Yah, untuk melepas lelah, saya diajak nongkrong di salah satu kedai.
Kecil memang, tapi ini yang paling ramai saat itu. Makannya juga di pinggir
jalan. Saya memesan seporsi roti canai dan segelas teh tarik. Cukup lah ya
untuk mewakili kuliner khas Malaysia, hehehe… Saya cukup menghabiskan RM 7
untuk tiga porsi roti canai, dua gelas lemon tea dan segelas teh tarik. Murah
ya???
Roti Canai dan Teh Tarik |
Setelah sedikit kenyang, sebenernya saya masih ingin ke Twin
Tower. Tapi berhubung waktu sudah terlalu malam, sekitar 01.30 waktu setempat,
tidak memungkinkan bagi saya untuk terus kelayapan. Alasannya, Petronas agak
jauh dari posisi saya sekarang, tidak ada LRT yang beroperasi, lampu Petronas
sudah dimatikan, besok saya harus bangung sekitar jam 06.00 waktu setempat dan
yang terakhir kasihan host saya, hehehe… Akhirnya saya memutuskan untuk
mengakhiri petualangan saya hari itu. Andy memberitahu jika jalan kaki, saya
butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai di hotel. WHATTT?! Jauh amaaattt!!! Hahaha…
So, dengan alasan keamanan dan kesehatan (kaki), saya memilih untuk naik taksi.
Gak mahal?! Setelah nego, saya hanya kena RM 10. Gapapalah, daripada kaki saya
gempor! Hahaha…
Sisa-sisa Ringgit |
So, itulah akhir perjalanan saya “ngeluyur” tanpa rombongan,
ditemani oleh seseorang yang tahu akan KL. Senang rasanya. Saya dan Andy
berpisah di sebuah lampu merah dan masing-masing menuju ke arah yang
berlawanan. Sungguh tidak menyesal saya gabung dengan komunitas ini
(CouchSurfing). Mengapa? Karena saya merasa memiliki saudara di setiap kota,
tidak hanya di Indonesia saja, tetapi di seluruh dunia!! :D
Sumber gambar peta : google
Sumber gambar peta : google
hmmm..
BalasHapusinti nya...enakan jalan dewe tmbang ma rombongan yah ko??
hehehhe..
Nice story..so easy dbaca m dbayangkan..two thumbs..
ABSOLUTELY!! Semakin banyak orang, semakin ruwet, hahaha... Mending jalan sendiri, mau kesasar ya gak ada yang ngomel... Hahaha...
BalasHapusThanks anyway... I appreciate it :D
Masjid Jamek ko namanya :)
BalasHapusdeket ah dari Bukit Bintang ke daerah Merdeka Square ato Kampung India hehehe,,, gue dulu bolak balik dari bukit bintang ke situ jalan kaki T___T
host gw dulu di daerah alor situ, jd klo mau makan tinggal menclok hehe
btw serius taxi segitu,,, buset taxi KL klo malam terkenal sadis, gw pernah kena 400rb, klo diinget2 rasanya pengen nangis2
hadaaahhh, kaki gw terlalu pegel buat jalan, setelah siangnya mondar-mandir di Sepang XD. Begitu ngeliat gedung terdekat dengan hotel yang jaraknya "lumayan" jauh, gak ada niat sama sekali buat jalan balik...! wkwkwk... Dtambah itu sudah terlalu malam, jam 01.30, gimana kalo gw dirampok?? LoL
BalasHapusTaxi?! Serius, dari kampung India ke hotel. Itupun berani nawar segitu gara-gara sudah dikasih info ma host gw. Awalnya kalo gak salah sekitar RM 15. Itu IDR 400K mana ke mana?? Kalo ke Batu Cave dari BB yang mungkin!! hahaha...